Rabu, 02 Desember 2009

Profil Kota Makassar


Kota Makasar adalah sebuah kotamadya dan sekaligus ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makasar secara geografis terletak antara 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan. Wilayah Kota Makasar berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan. Luas wilayah Kota Makasar 175,77 Km2 yang terbagi menjadi empat belas kecamatan.

Kota ini termasuk kota kosmopolis, banyak suku bangsa tinggal di sini. Di kota ini ada suku Makassar, Bugis, Toraja dan Mandar. Di kota ini ada pula komunitas Tionghoa yang cukup besar. Makanan khas Makassar yang cukup terkenal adalah Soto Makassar, Roti Maros, Kue Tori', Palabutung,Pisang Ijo, Sop Saudara, dan Sop Konro.

Dewasa ini perdagangan Kota Makassar tergolong maju. Pusat-pusat perniagaan dari pasar-pasar tradisional, pasar grosir sampai mal-mal modern ber-kembang pesat. Sebagai kontributor utama, sektor ini mampu menyerap pasar te-naga kerja sebesar 34,24 persen dari 904.644 penduduk usia kerja. Sebagai usaha yang termasuk hilir dalam rantai produksi, perdagangan tidak mampu berdiri sendiri. Sektor ini erat berkaitan dengan lapangan usaha lain seperti industri dan transportasi.

Di sektor industri, Beragam industri pengolahan terdapat di kota ini baik yang diolah secara modern maupun industri rumah tangga. Sebut saja di Kecamatan Tallo yang menjadi sentra industri furniture dan industri logam atau pusat kerajinan tenun sutra di Kecamatan Mamajang. Sebelum dipasarkan sebagian besar komoditas alam Sulawesi Selatan mengalami proses pengolahan di kota ini. Semakin banyaknya pabrik-pabrik yang ada maka Pemerintah Daerah (Pemda) Kota berupaya menyediakan kawasan industri terpadu yang cukup luas. Kawasan industri seluas 200 hektar dengan nama PT Kawasan Industri Makassar (KIMA) ini terletak di Keca-matan Biringkanaya.

Dominasi sektor perdagangan dan sektor industri kota Anging Mamiri didukung oleh letak geografisnya. Makassar beruntung karena posisinya sebagai pintu masuk ke Provinsi Sulawesi Selatan dan kawasan timur. Belum lagi status administratifnya sebagai ibu kota provinsi. Keuntungan geografis ini memberi manfaat. Kota Makassar memiliki sarana dan prasarana transportasi seperti jalan raya yang mulus dan pelabuhan laut kelas satu. Fasilitas ini secara langsung memicu pertumbuhan sektor-sektor terkait. Pelabuhan laut menjadi jantung perekonomian kota. Dari pelabuhan ini semua komoditas hasil produksi Makassar didistribusikan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Selain untuk barang, pelabuhan laut yang bernama resmi Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta ini juga menjadi persinggahan kapal-kapal penumpang.


Sumber Data:
Sulawesi Selatan Dalam Angka 2007
(01-7-2007)
BPS Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Penancangan No. 4, Serang 42124
Telp (0254) 202315
Fax (0254) 202315

Sumber :

http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=7371

Sumber Gambar:

http://en.academic.ru/dic.nsf/enwiki/222316


Resep Coto Makassar


Coto Makassar adalah makanan berkuah yang berasal dari Sulawesi Selatan, tepatnya Makassar my heritage. Yang biasanya bikin makanan ini di rumah saya adalah si Papah. Doi memang jago. Dibuat kalo ada event Lebaran Haji ataupun Lebaran sebentar lagi. Kok namanya Coto? Yes, you spell it with C, not S. Kenapa pake C? soalnya kalo Soto dari daging Sapi, kalo Coto dari daging Capi (halah.. bang Arham.. lucu2an situ aye pake nih baang..) Udahlah, gak usah banyak cingcong, mulai saja kawan!!

Bahan:
1 kg daging sapi bagian sengkel (yang empuk itu, bilang aja ama abang2 di pasar, pasti pada tau..)
1/2 kg paru (digoreng, pisahkan, masukin toples)
2 liter air cucian beras/tajin
5 batang serai, memarkan
5 lembar daun salam
250 gram kacang tanah, goreng, haluskan
3 sdm minyak goreng, untuk menumis
5 cm jahe, memarkan
1 ruas lengkuas, memarkan

note: sebenarnya kalo mau, pake juga 300 gram babat, rebus matang & 300 gram hati sapi rebus matang. Kalo mo pake beginian, daging sapinya dijadiin 1/2 kg aja. Tapi karna keluarga saya pemakan daging (FYI, nama tengah kami semua adalah SUMANTO), hati dan babat pas, dan dagingnya dibanyakin.

Bumbu yg dihaluskan:
10 siung bawang putih
8 butir kemiri disangrai
1sdm ketumbar disangrai
1 sdt jintan disangrai
1 sdm garam
1 sdt merica butiran.

Pelengkap:
bawang goreng
irisan daun bawang
irisan seledri

Sambal tauco:
- Haluskan 10 buah bawang merah, 5 siung bawang putih, 10 buah cabai keriting yang direbus sebentar.
- 100 gram tauco yang ditumis dengan 6 sdm minyak goreng hingga matang, tambah garam dan gula merah secukupnya. Campur sama bahan yang udah dihaluskan barusan.

Cara membuat:
1. Kalo pake babat atau hati, rebus terpisah hingga lunak, angkat, tiriskan, potong dadu.
2. Rebus daging sapi bersama air tajin, serai, lengkuas, jahe, dan daun salam. Setelah matang angkat, tiriskan, potong dadu.
3. Panasin minyak, tumis bumbu yang dihaluskan hingga harum, masukkan ke dalam kaldu,tambahkan kacang tanah goreng, didihkan.
4. Penyajian: Siapkan mangkuk, isi dengan daging dan ati dan babat dan juga paru yg dari toples tadi. Taburi bawang goreng (enaknya banyak2), irisan daun bawang dan seledri, sajikan dengan ketupat dan sambal taoco.
5. Sajikan hangat.

PS: Tambahin kecap, garam, dan jeruk nipis jika perlu. O ya, lebih enak lagi kalo masak sama pacar, biar dia yg bikin, kita ongkang2 kaki. Hyahahha!!

Happy Cooking!

Sumber :
http://www.titiw.com/2008/01/15/resep-coto-makassar/
15 Januari 2008

Peta Makassar


View Larger Map

Sayembara Desain Cinderamata Kota Makassar

DASAR PEMIKIRAN
1. Mewujudkan tekad kota Makassar untuk menjadi kota dunia mengembalikan kejayaan masa lampau pada abad ke 16 sebagai bandar perdagangan terbesar di Asia tenggara.
2. Kota Makassar sebagai salahsatu tujuan wisata di Sulawesi Selatan.
3. Makassar sebagai pintu gerbang kawasan timur Indonesia.
4. Menemukan ciri khas Kota Makassar yang dikemas berupa cinderamata dan diharapkan menjadi icon Kota Makassar.
5. Mendorong kreativitas seniman, budayawan untuk menciptakan karya seni yang monumental dan mencirikan Kota Makassar.
Dari pertimbanagan diatas maka dianggap perlu melakukan upaya untuk mewujudkan visi kota Makassar dalam bentuk sayembara desain cinderamata khas Kota Makassar.

JUDUL SAYEMBARA
Sayembara ini berjudul DESAIN CINDERAMATA KOTA MAKASSAR.

TUJUAN SAYEMBARA
Memperoleh desain cinderamata yang merepresentasikan Kota Makassar, unik, dan artistik.

PENYELENGGARA SAYEMBARA
Penyelenggara sayembara ini adalah Makassar Tourism Board (MTB) bekerjasama dengan Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar yang di Fasilitasi oleh Pemerintah Kota Makassar.

Sekretariat penyelenggara Jl. Seruni Raya, Makassar; Tlp. 0411-423315; Kontak Person:
Sukarman B. Hp. 08124260643;
Agung Iskandar Hp. 085299394788

KETENTUAN SAYEMBARA
1. Sayembara ini merupakan sebuah kompetisi desain cinderamata untuk aplikasi dua dan tiga dimensi.
2. Merepresentasikan karakter Kota Makassar
3. Desain mudah diproduksi secara massal
4. Karya belum pernah diproduksi secara massal sebelumnya dan belum pernah diikutsertakan dalam kompetisi sejenis di manapun
4. Menyertakan penjelasan konsep karya maupun deskripsi singkat tentang latar belakang ide
5. Peserta wajib mengisi formulir pendaftaran, dapat diperoleh di sekretariat panitia atau melalui blog dan email
6. Peserta terbuka untuk umum, perorangan atau kelompok
7. Setiap peserta sayembara dapat mengikutkan lebih dari satu karya
8. Peserta tidak dipungut biaya
9. Panitia pelaksana, juri maupun promotor, serta unsur-unsur lain yang terkait langsung dengan sayembara tidak diperkenankan mengikuti sayembara.
10. 5 Nominasi terbaik akan diundang untuk mempresentasikan karyanya dihadapan dewan juri.
11. Pemenang akan diumumkan di media massa
12. Penyerahan hadiah dan Launching Ceremony akan dilaksanakan di Baruga Anging Mammiri, Rumah Jabatan Walikota Makassar
13. Semua karya yang masuk akan menjadi milik panitia, dan setiap peserta berhak mendapatkan jaminan royalti apabila karya peserta diproduksi massal.

JADWAL PELAKSANAAN
Sayembara ini akan diselengarakan pada bulan November – Desember 2009, dengan tahapan sebagai berikut:
• Pengumuman Sayembara / Publikasi
10 – 23 November 2009
• Pendaftaran peserta 23 November – 13 Desember 2009
• Tecnical meeting 3 Desember 2009
• Batas akhir Pemasukan karya
23 Desember 2009
• Pemajangan karya (pameran) dan penjurian
24 – 29 Desember 2009
• Pengumuman pemenang
30 Desember 2009

DEWAN JURI
Dewan juri sayembara Desain Cinderamata Kota Makassar adalah:
1. Ir. Ilham Arif Sirajuddin, M.M (Walikota Makassar)
2. Dra. Innes Indeswari, M.Sn. (Akademisi dan Praktisi Seni ITB Bandung)
3. Nico Pasaka (Unsur Industri pariwisata)
4. Dr. Karta Jayadi, M.Sn. (Unsur Akademisi, Dekan FSD UNM)
5. A. M. Mochtar (Unsur Seniman)

HADIAH
1. Terbaik 1 : Uang tunai Rp. 10.000.000,- + Sertifikat + Piala Walikota Makassar
2. Terbaik 2 : Uang tunai Rp. 7.000.000,- + Sertifikat
3. Terbaik 3 : Uang tunai Rp. 5.000.000,- + Sertifikat
4. Pavorit 1 : Uang tunai Rp. 3.000.000,- + Sertifikat

Pemenang akan diumumkan melalui media massa dan panitia akan menghubungi masing-masing pemenang.

Penyerahan hadiah dan launching seremony akan dilaksanakan di Baruga Anging Mammiri, Rumah Jabatan Walikota Makassar.

Karya terbaik 1 akan difasilitasi oleh Pemerintah Kota Makassar untuk diproduksi Massal.

Sumber :
http://www.cinderamata-makassar.co.cc/
11 November 2009

Trans Studio Makassar, Kampiun Taman Bermain di Dunia, Berbiaya Rp 3 Triliun

Wapres Jusuf Kalla meresmikan Trans Studio Theme Park. Inilah kawasan wisata terpadu di atas lahan seluas 24 hektare. Salah satunya merupakan taman bermain dalam ruangan (indoor) seluas 2,7 hektare.

WARGA Makassar, punya kebanggaan baru. Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ini memiliki wahana bermain kelas dunia untuk rekreasi keluarga. Bahkan, kalangan industri pariwisata yakin, kehadiran Trans Studio Theme Park, akan menjadi bahan jualan baru untuk menarik wisatawan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel Anggiat Sinaga, mengungkapkan, di Jepang, Amerika dan Hongkong, kehadiran sarana hiburan baru mampu meningkatkan arus kunjungan, sehingga penginapan akan ramai.

Keberadaan Trans Studio memberikan multiplier effect (efek berantai), yang bukan hanya bidang pariwisata, melainkan sektor ekonomi memperlihatkan pengaruh yang cukup besar. Saat ini, pertumbuhan ekonomi Sulsel lebih besar dari nasional, yakni 7,78 persen.

”Memang, Trans Studio terinspirasi dari Disneyland dan Universal Studios, adalah kebanggaan masyarakat Sulsel, sekaligus “ikon pariwisata” terbesar di dunia,” tegas Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo.

Kenapa Makassar? Selain faktor Jusuf Kalla, yang ikut andil besar. Trans Studio Makassar berdiri di atas lahan milik keluarga Jusuf Kalla dan menyedot investasi hingga Rp 3 triliun. Tahap pertama ini sudah menghabiskan Rp 1 triliun lebih, tambahan lagi sekitar Rp 2 triliun untuk pengerjaan tahap kedua.

Bila dipersentasekan, nilai investasi pembangunan proyek Trans Studio, merupakan gabungan dari Para Group, yakni 55 persen dan 45 persen milik Kalla Group. Awalnya, pemancangan pertama proyek pembangunan dilakukan Gubernur Sulsel, HM Amin Syam.

Selain itu, sebanyak 3,4 juta orang tinggal di Kota Makassar, sementara 4,6 juta lainnya adalah warga Sulsel. Dengan demikian, ada 8 juta penduduk lokal provinsi itu yang merupakan pasar potensial.

Makassar sendiri tengah bersinar. Pertumbuhan ekonomi, sarana, prasarana serta pariwisata yang demikian pesat beberapa tahun terakhir ini menjadikan Makassar seperti gadis perawan yang menarik perhatian banyak orang.

Chairul Tandjung, bos Para Group, pemilik Trans Studio, optimistis, proyek ini akan bakal memikat turis dari Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam sementara Direktur Utama PT Trans Kalla Makassar, Wibowo Iman Sumantri mengatakan pembangunan Trans Studio yang merupakan areal resor terluas dan terlengkap di Indonesia Timur.

”Pembangunan tahap kedua nanti meliputi dua hotel berbintang masing-masing bintang 3 dan bintang 5, residensial apartemen serta marina,” paparnya.


Dua Area

Kompleks Trans Studio yang akan jadi magnet baru itu terbagi dalam dua area, yakni Trans Studio “Theme Park”, sebagai tempat hiburan keluarga, dan Trans Studio Walk, yang merupakan pusat perbelanjaan kelas dunia. Trans Studio Theme Park berada di lahan seluas 2,7 hektare dengan 21 wahana permainan yang terbagi dalam empat zona dengan tema berbeda.

Saat ini, taman bermain dalam ruangan (indoor) terbesar di dunia terdapat di Lotte World Korea dengan luas 1,7 hektare. Dengan demikian, wahana indoor di Trans Studio Theme Park yang didesain oleh John Stevenson, sutradara Kung Fu Panda, merupakan arena wisata dalam ruang terbesar di dunia. Wahana ini mampu menampung hingga 10.000 pengunjung, dengan kapasitas nyaman antara 6.000 s/d 8.000 orang.

Empat zona di Trans Studio Theme Park meliputi, pertama, Studio Central, tempat pengunjung bisa merasakan menjadi bintang dan tahu rahasia di balik layar tayangan favorit. Kedua, Lost City, suatu kawasan seru yang menampilkan petualangan menegangkan ala Indiana Jones.
Ketiga, Cartoon City, dunia penuh warna, fantasi dan keajaiban. Di zona ini anak-anak akan larut dalam kegembiraan pada kenangan masa kecil yang ceria. Keempat, Magic Corner, zona penuh suasana magis yang membuat pengunjung yakin pada apa yang disaksikan karena sensasi yang ditimbulkan.

Sedangkan Trans Studio Walk memiliki lima lantai, luas 55.000 m2, dilengkapi tiga atrium. Pusat perbelanjaan ini akan menyediakan busana bermerek internasional.

Sementara itu, dari peta theme park studio yang disebarkan, harga minimum paket per orang untuk masuk Rp 100.000. Harga ini sudah termasuk kartu pass studio serta tarif masuk berikut 15 wahana permainan, masing-masing satu kali main.

Harga tiket tambahan per orang per wahana dijual bervariasi, mulai Rp 10.000 dan Rp 15.000, tergantung jenis permainan. Sedangkan, tiket permainan yang tidak termasuk dalam paket per orang yaitu bioskop 4D, Kids Studio, Magic Thunder Coaster, Dragon’s tower, Jelajah dan Dunia Lain, masing-masing Rp 25.000.

Sekadar info, di dalam studio, uang kartal tidak berlaku. Alat tukar untuk menikmati aneka permainan di tempat itu adalah kartu mikrochip. Alat tukar digital ini baru pertama kali digunakan di Makassar, bahkan konon pertama di dunia.

Wahana rekreasi kelas dunia macam Disneyland di Los Angeles dan Disneyworld di Orlando kabarnya baru akan menggunakan teknologi ini tahun depan. Kartu mikrochip pengganti uang ini berlaku seumur hidup dan dapat untuk membeli cinderamata serta untuk kartu tol prabayar.
Jadi, sekarang tidak perlu bermimpi jalan-jalan ke Disneyland atau Universal Studios dengan biaya mahal. Cukup ke di Kawasan Tanjung Bunga Makassar, karena ada kampiun taman bermain, yang terbesar di dunia.

Sumber :
http://www.surya.co.id/2009/09/10/trans-studio-makassar-kampiun-taman-bermain-di-dunia-berbiaya-rp-3-triliun.html
10 September 2009

Pariwisata Makassar Perlu Promosi

Pihak manajemen hotel di Makassar, meminta pemerintah dan pihak terkait menyelenggarakan kegiatan promo potensi wisata kota tersebut di daerah-daerah lainnya.

"Kami ingin pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan proaktif mempromosikan pariwisata Makassar, seperti yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta melalui Jakarta Tourism Expo 2009," kata Marketing Communication Clarion Hotel and Convention, Irwansyah di Makassar, Kamis (5/11).

Menurutnya, sebaiknya Makassar mencontoh Jakarta yang meskipun sudah terkenal sebagai Ibu Kota namun masih selalu gencar melakukan upaya promosi ke daerah-daerah lain dengan harapan akan menjadi destinasi utama wisata di Indonesia.

Makassar juga bisa melakukan hal yang sama, sebab kota tersebut memiliki banyak lokasi wisata alam dan hiburan, akomodasi yang lengkap serta jalur penerbangan yang sangat lancar. "Tidak mesti langsung promo ke Jawa. Ke Kalimantan saja dulu, karena di sana banyak warga Makassar yang bermukim. Pemerintah bisa saja membuat paket wisata pulang kampung. Apalagi sudah ada Trans Studio yang melengkapi Tana Toraja, Pantai Bira Bulukumba dan Taman Kupu-Kupu Bantimurung," ujarnya.

Ia menambahkan, paket promo yang dilakukan pemerintah Sulsel saat ini tidak terlalu effektif, sebab menurutnya terlalu difokuskan pada wisatawan lokal Sulsel, seperti terlihat pada program wisata "Visit Losari" yang didengungkan sejak tahun lalu.

Mengenai akomodasi, Irwansyah mengatakan, dalam hal ini pihak hotel sangat siap. Pihaknya pasti mendukung jika ada program pengembangan wisata seperti itu. "Makassar sudah sangat mampu membuat even-even nasional," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiata Sinaga, mengatakan, saat ini di Makassar terdapat 120 hotel, terdiri dari 34 hotel bintang dua hingga lima, serta 86 hotel non-bintang. Jumlah kamar keseluruhan mencapai 4235 kamar, terdiri dari 2.200 kamar hotel berbintang dan 2.035 kamar hotel non-bintang.

"Kota ini juga memiliki Celebes Convention Centre atau Tripel C. Gedung konvensi itu dapat dijadikan lokasi pertemuan yang menampung ribuan orang," katanya.

Ia menambahkan, selain hotel dan konvensi, Makassar juga memiliki 19 restauran besar dengan total jumlah kursi 4396, sehingga sangat memenuhi syarat untuk menunjang program wisata.

Sementara itu, Ketua Asosiation of the Indonesia Tour and Travel (ASITA) Sulsel, Irham Ilyas, mengatakan, saat ini terdapat 112 kali penerbangan yang keluar masuk Makassar per hari. "Untuk kesiapan SDM, kami sudah mempersiapkan tenaga-tenaga pelajar dari sekolah keterampilan pariwisata yang jumlahnya ribuan orang, untuk membantu pelayanan program wisata," ujarnya. XVD

Sumber :

http://travel.kompas.com/read/xml/2009/11/05/22524815/Pariwisata.Makassar.Perlu.Promosi

5 November 2009


Ekspedisi Biodiversitas Kebaharian di Selat Makassar

Sinergi riset dan resource sharing antara Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terus berlanjut. Dua institusi pemerintah ini pada 3 s.d. 10 Mei 2009 akan menggelar suatu riset terpadu kelautan dengan nama “Ekspedisi Biodiversitas Kebaharian di Selat Makassar”. Kapal Riset yang digunakan adalah Baruna Jaya VIII milik LIPI. Kegiatan ini akan difokuskan di teluk Toli-Toli.

Teluk Toli-Toli dipilih, karena posisinya yang sangat strategis sebagai lokus bertemunya laut Sulawesi dan Selat Makassar dengan ciri khas perairan Oseaniknya serta mendapat pengaruh dari Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Kondisi ini membuat teluk Toli-Toli kaya akan biota laut yang relatif belum terpetakan dan termanfaatkan selama ini.

Dirjen Dikti, Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, dalam konferensi pers di Gerai Informasi Depdiknas (30/4), bersama Kepala Puslit Oseonografi LIPI, Dr. Suharsono, dan Direktur Direktorat Penelitian dan Pengabidan kepada Masyarakat (DP2M) Dikti, Prof. Dr. Suryo Hapsoro, menyampaikan bahwa program ini bertujuan meningkatkan kepedulian dan kecintaan anak-anak bangsa terhadap kelautannya. Wawasan Nusantara mengajarkan kita bahwa Indonesia ini adalah tanah airku, jadi padu padan antara darat dan laut. Tapi kenyataannya laut belum dimanfaatkan secara baik dan benar, pembangunan kita masih berorientasi ke darat.  

Melalui ekspedisi yang diikuti oleh 13 Dosen di berbagai Universitas Indonesia di bidang kelautan (universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Hasanuddin, Universitas Haluleo, Universitas Nasional Jakarta, Universitas Tadulako, Universitas Nusa Cendana, Universitas Hang Tuah Surabaya, Universitas Mulawarman, Institut Pertanian Bogor, Universitas Sam Ratulangi dan Universitas Pattimura), 7 orang peneliti LIPI, 2 orang pengamat dan 2 orang wartawan media cetak/elektronik, diharapkan data dan informasi kelautan terdokumentasi, khususnya ekosistem pesisir dan biota laut, kondisi dinamika oseonografi diketahui, dan ada rekomendasi untuk pemanfaatan dan pengelolaan wilayah perairan yang berkelanjutan. Secara kongkrit setelah ekspedisi ini, akan lahir produk semisal data dasar dan informasi biota laut, makalah dan artikel ilmiah (nasional dan internasional), monograf, peta-peta tematik, dan rekomendasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan bahari. 

Tim ekspedisi akan mengakhiri perjalanannya di Manado langsung mengikuti Konferensi Kelautan sedunia atau World Ocean Conference (WOC) yang dilaksanakan semenjak tanggal 11 s.d 15 Mei 2009. Konferensi ini akan dihadiri oleh sekitar 500 peserta dari 121 negara dan kegiatan ini akan dirangkai dengan Coral Triangle Inititive Summit (CTI Summit). Mereka, tim ekspedisi akan berkesempatan untuk mempresentasikan hasil penelitian mereka dalam sidang WOC ini.

Sumber :
http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=293&Itemid=1
30 April 2009

Profil Kota Makassar

Kota Makasar adalah sebuah kotamadya dan sekaligus ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makasar secara geografis terletak antara 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan. Wilayah Kota Makasar berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan. Luas wilayah Kota Makasar 175,77 Km2 yang terbagi menjadi empat belas kecamatan.

Kota ini termasuk kota kosmopolis, banyak suku bangsa tinggal di sini. Di kota ini ada suku Makassar, Bugis, Toraja dan Mandar. Di kota ini ada pula komunitas Tionghoa yang cukup besar. Makanan khas Makassar yang cukup terkenal adalah Soto Makassar, Roti Maros, Kue Tori', Palabutung,Pisang Ijo, Sop Saudara, dan Sop Konro.

Dewasa ini perdagangan Kota Makassar tergolong maju. Pusat-pusat perniagaan dari pasar-pasar tradisional, pasar grosir sampai mal-mal modern ber-kembang pesat. Sebagai kontributor utama, sektor ini mampu menyerap pasar te-naga kerja sebesar 34,24 persen dari 904.644 penduduk usia kerja. Sebagai usaha yang termasuk hilir dalam rantai produksi, perdagangan tidak mampu berdiri sendiri. Sektor ini erat berkaitan dengan lapangan usaha lain seperti industri dan transportasi.

Di sektor industri, Beragam industri pengolahan terdapat di kota ini baik yang diolah secara modern maupun industri rumah tangga. Sebut saja di Kecamatan Tallo yang menjadi sentra industri furniture dan industri logam atau pusat kerajinan tenun sutra di Kecamatan Mamajang. Sebelum dipasarkan sebagian besar komoditas alam Sulawesi Selatan mengalami proses pengolahan di kota ini. Semakin banyaknya pabrik-pabrik yang ada maka Pemerintah Daerah (Pemda) Kota berupaya menyediakan kawasan industri terpadu yang cukup luas. Kawasan industri seluas 200 hektar dengan nama PT Kawasan Industri Makassar (KIMA) ini terletak di Keca-matan Biringkanaya.

Dominasi sektor perdagangan dan sektor industri kota Anging Mamiri didukung oleh letak geografisnya. Makassar beruntung karena posisinya sebagai pintu masuk ke Provinsi Sulawesi Selatan dan kawasan timur. Belum lagi status administratifnya sebagai ibu kota provinsi. Keuntungan geografis ini memberi manfaat. Kota Makassar memiliki sarana dan prasarana transportasi seperti jalan raya yang mulus dan pelabuhan laut kelas satu. Fasilitas ini secara langsung memicu pertumbuhan sektor-sektor terkait. Pelabuhan laut menjadi jantung perekonomian kota. Dari pelabuhan ini semua komoditas hasil produksi Makassar didistribusikan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Selain untuk barang, pelabuhan laut yang bernama resmi Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta ini juga menjadi persinggahan kapal-kapal penumpang.


Sumber Data:
Sulawesi Selatan Dalam Angka 2007
(01-7-2007)
BPS Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Penancangan No. 4, Serang 42124
Telp (0254) 202315
Fax (0254) 202315

Sumber :
http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=7371

Pantai Losari Makassar

Diseluruh Indonesia, hanya ada satu pantai yang dapat menyaksikan sunrise dan sunset disatu titik berdiri yang sama. “Pantai itu yakni pantai Losari, Makasar”, begitu kata Jusuf Kalla Wakil Presiden RI mengatakan kepada saya sambil membanggakan pantai ini, satu saat yang lalu. Awalnya saya bingung dengan kenyataan ini. Posisi pantai yang memanjang Utara-Selatan ini memang bisa menyaksikan terbitnya dan terbenamnya matahari disatu posisi yang sama. Unik memang.

Lepas dari itu, pantai Losari adalah salah satu pantai paling resik dan apik yang pernah saya datangi diseluruh Indonesia ini, dan hebatnya lagi pantai ini berada tepat dijantung kota besar. Membandingkan dengan beberapa bibir pantai kota kota besar di Jawa, jelas Losari paling top: bebas sampah dan nyaman dikunjungi. Sambil menulis ini saya membayangkan betapa bau dan kroditnya situasi di Tanjung Priok Jakarta, atau pelabuhan Perak di Surabaya. Tidak heran, dahulu ketika Ratu Elizabeth dari Inggris bertandang ke Jakarta (era 80 an) ia tidak mau turun dari mobil saat tiba di Tanjung Priok karena begitu shock dia dengan bau dan amburadulnya situasi dipelabuhan. Dia pikir, Tanjung Priok sama indahnya dengan Hongkong harbour . Kejadian ini menjadi “insiden protokoler” yang memalukan, tapi begitulah wajah pelabuhan di Jakarta.

Posisi pantai Losari sangat strategis dan menjadi bagian yang menyatu dengan suasana kota Makasar yang membentang sejauh kurang lebih 4 km. Pantai ini langsung dapat diakses dengan jalan utama protokol utama. Diseberang jalan bertumbuhan hotel dengan berbagai kelas. Sebut saja beberapa nama hotel yang lokasinya amat dekat dengan bibir pantai al: Hotel MGM, Hotel Losari Beach, Hotel Quality, Hotel Aryadutta, dan Hotel Aston. Untuk mid-budget traveller, bisa pilih Hotel Losari Beach, atau agak masuk sedikit kedalam jalan Joseph Latumahina, ada hotel kecil yang nyaman yakni Hotel Kenari. Saya sendiri suka Hotel Quality atau Hotel Losari Beach karena lokasinya oke, dan harganya tidak selangit.

Waktu paling ideal mengunjungi pantai Losari adalah sore hari antara jam 15.00 hingga jam 21.00. Banyak yang datang kemari untuk duduk duduk menikmati pantai yang bersih, jogging disepanjang pedestrian sejauh 500m, atau makan diwarung warung yang telah direlokasi oleh Pemda setempat (diujung paling selatan pantai). Tua muda akan datang kemari menikmati matahari terbenam disini sambil membelu makanan dari pedagang. Jika suka jogging, tempat ini juga sangat ideal. Udara bersih dan angin bertiup tanpa henti, matahari yang merah keemasan menyapu wajah manusia yang duduk bibir pantai.

Pedagang menjual aneka makanan mulai dari jajan ringan saja sekedar ganjal perut seperti bakso atau gorengan. Ada juga makanan khas Makasar seperti Coto atau aneka hidangan masakan laut dengan resep asli orang bugis. Sungguh enak!

Suasananya amat tertib dan aman, saya merasa nyaman disini. Tapi ada satu yang saya keluhkan yakni: pengamen. Mereka ngeyel, tidak bisa ditolak untuk tidak menyanyi. Jadi semacam paksaan saja mendengarkan mereka menyanyi, dan suka memaksa dengan sindiran jika tidak diberi uang. Mereka mengamen tidak Cuma sendirian, tapi datang dengan sekelompok teman yang sama sama bernyanyi dengan nada (maaf saja ya) tidak bagus. Kenyamanan pantai ini berkurang minus satu poin hanya gara gara kehadiran pengamen yang tidak tau aturan dan main paksa ini. Ada baiknya pemda dan aparat melakukan penyuluhan agar kenyamanan di Losari tidak tercemar gara gara gerombolan pengamen macam begini.

Lokasi : Kec. Makasar, Kab. Makasar, Sulawesi Selatan

Sumber :
hantulaut
navigasi.net dalam :
http://liburan.info/content/view/220/43/lang,indonesian/

Makassar Menuju Kota Dunia

Sekali menginjakkan kaki di Kota Makassar dan menikmati kulinernya, maka keinginan akan selalu hadir untuk berkunjung ke Kota Angging Mammiri yang terkenal dengan icon pantai losari dan makanan khas coto makassarnya.

Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), salah satu kota tujuan wisata di Indonesia menyangingi Bali. Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar harus bekerja ekstra membangun Makassar, terutama untuk menjadikan Makassar menuju "Kota Dunia" berlandaskan kearifan lokal.

Dibawa nahkoda kepemimpinan Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin untuk periode kali kedua, wajah Kota Makassar terus dibenahi.Bak jamur di musim hujan, pembangunan dan investasi berkelas internasional terus menggeliat. Misi itu hanya satu mengembalikan kejayaan Makassar sebagai kota dunia tanpa melepas jati diri.

Di masa pemerintahan kali kedua, Ilham Arief Sirajuddin, tanda-tanda Makassar kembali ke kota dunia dengan ‘peradaban yang baru’ sudah tampak. Dalam hal infrastruktur, Makassar sebagai ibukota dari Provinsi Sulsel menata pintu masuk baik udara, laut, darat, dan dunia maya.

Dalam perjalanan sejarah puncak peradaban dunia, pada abad XVI Makassar telah membuktikan pernah menjadi 20 kota terkemuka di dunia. Kunci sejarah puncak kejayaan Kota Makassar dalam peradaban dunia tak lepas dari jalinan hubungan internasional, kawasan pasar bebas, dan pusat penyebaran Islam.

Dalam perjalanan sejarah puncak peradaban dunia, pada abad XVI Makassar telah membuktikan pernah menjadi 20 kota terkemuka di dunia. Kunci sejarah puncak kejayaan Kota Makassar dalam peradaban dunia tak lepas dari jalinan hubungan internasional, kawasan pasar bebas, dan pusat penyebaran Islam.

Kota Makassar pun dicap sebagai sebagai salah satu kota dari empat kota terpenting di Asia, yakni Ayyutia yang berada di Thailand, Malacca di Malaysia), dan Batavia (Jakarta) yang berada di Indonesia. “Ada sekitar 26 negara yang memilih tinggal di Makassar untuk berdagang diantaranya Portugis, China,Turki, Spanyol, dan India.

Beranjak dari aspek kesejarahan, Pemkot Makassar ditangan Ilham Arief Sirajuddin mencoba kembali menggaungkan torehan sejarah itu dengan sebuah visi dan misi “Makassar Menuju Kota Dunia Dalam Kearifan Lokal”. Dan tak dipungkiri, mengembalikan sejarah Makassar sebagai kota dunia tidaklah mudah.

Secara mendasar yang menguntungkan mempercepat laju menuju cita-cita itu, menurut Ilham, selain torehan sejarah, posisi Makassar dalam letak geografis Indonesia yang berada pada sentrum antara timur dan barat. “Orang dari timur yang akan menuju ke Barata pasti singgah di Makassar. Begitu juga sebaliknya.

Sejak tahun 2004, Makassar sebagai pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, tidak terlalu menjadi patokan. Tetapi, Ilham selalu berusaha untuk menghadirkan hal yang baru untuk Makassar. Yakni, sebagai living room. Makassar diharapkan menjadi ruang keluarga bagi masyarakat Indonesia dimana semua aktivitas dari timur akan bertumpu di Makassar.

Dan bagaimana mewujudkan itu,tentunya Makassar kini sudah berbenah dengan membangun apa yang menjadi kebutuhan masyarakat makassar dan masyarakat Indonesia. Untuk menuju kota dunia, Pemkot Makassar harus meletakkan pondasi yang kuat dengan sumber daya manusia, infrastruktur yang layak, perbaikan lingkungan, penataan transporasi, pelayanan kesehatan dasar yang memenuhi, sistem pelayanan yang tidak birokratis, akses pendidikan serta aspek sosial, budaya dan stabilitas keamanan.

Salah satunya dengan menaikkan status jalur transportasi bandara Sultan Hasanuddin menjadi skala internasional yang diresmikan pada akhir 2008 lalu. Begitupun dengan perluasan Pelabuhan Soekarno – Hatta yang dijadwalkan terealisasi pada akhir tahun ini dengan skala internasional. Serta pembangunan jembatan layang (fly over) dan pelebaran sejumlah jalan dalam mengantisipasi tingkat kemacetan.

Dalam perencanaan tata ruang Makassar 2008-2028, Pemkot Makassar pun telah merancang pembangunan jaringan kereta api monorel dengan rute Bandara Sultan Hasanuddin yang nantinya menyusuri kawasan perkotaan hingga kawasan pelabuhan.

Pada tahun 2020, Kota Makassar pun dikembangkan sebagai Kota Megapolitan Mamminasata yang mencakup Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar. Kawasan ini diproyeksikan sebagai urat nadi perekonomian Sulsel dan pusat ekonomi di kawasan timur Indonesia. Dalam konsep Mamminasata, Makassar nantinya ditempatkan sebagai sentra pertumbuhan.

Konsep itu laiknya adalah Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Tanggerang Depok dan Bekasi). Pembangunan di Makassar dititikberatkan pada fungsi bisnis dan komersial. Dua proyek paling strategis yang diusulkan adalah Jalan Trans Sulawesi dan Bypass Maminasata yang membentang dari Maros hingga Takalar.

Sumber :
Hafsah Maharani S
http://kulinet.com/baca/makassar-menuju-kota-dunia/1116/
27 Oktober 2009

Kerajaan Makassar

Menurut mitologi, sebelum kedatangan Tomanurung di tempat yang kemudian menjadi bagian dari wilayah kerajaan Gowa, sudah terbentuk sembilan pemerintahan otonom yang disebut Bate Selapang atau Kasuwiyang Salapang (gabungan/federasi). Sembilan pemerintahan otonom tersebut adalah Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agang Jekne, Bissei, Kalling dan Serro.

Pada awalnya, kesembilan pemerintahan otonom ini hidup berdampingan dengan damai, namun, lama kelamaan, muncul perselisihan karena adanya kecenderugnan untuk menunjukkan keperkasaan dan semangat ekspansi. Untuk mengatasi perselisihan ini, kesembilan pemerintahan otonom ini kemudian sepakat memilih seorang pemimpin di antara mereka yang diberi gelar Paccallaya. Ternyata rivalitas tidak berakhir dengan kesepakan ini, karena masing-masing wilayah berambisi menjadi ketua Bate Selapang. Di samping itu, Paccallaya ternyata juga tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Hingga suatu ketika, tersiar kabar bahwa di suatu tempat yang bernama Taka Bassia di Bukit Tamalate, hadir seorang putri yang memancarkan cahaya dan memakai dokoh yang indah.

Mendengar ada seorang putri di Taka Basia, Paccallaya dan Bate Salapang mendatangi tempat itu, duduk tafakkur mengelilingi cahaya tersebut. Lama-kelamaan, cahaya tersebut menjelma menjadi wanita cantik, yang tidak diketahui nama dan asal-usulnya. Oleh karena itu, mereka menyebutnya Tomanurung. Lalu, Paccallaya bersama Kasuwiyang Salapang berkata pada Tomanurung tersebut, “kami semua datang kemari untuk mengangkat engkau menjadi raja kami, sudilah engkau menetap di negeri kami dan sombaku lah yang merajai kami”. Setelah permohonan mereka dikabulkan, Paccallaya bangkit dan berseru, “Sombai Karaeng Nu To Gowa (sembahlah rajamu wahai orang-orang Gowa).

Tidak lama kemudian, datanglah dua orang pemuda yang bernama Karaeng Bayo dan Lakipadada, masing-masing membawa sebilah kelewang. Paccallaya dan kasuwiyang kemudian mengutarakan maksud mereka, agar Karaeng Bayo dan Tomanurung dapat dinikahkan agar keturunan mereka bisa melanjutkan pemerintahan kerajaan Gowa. Kemudain semua pihak di situ membuat suatu ikrar yang intinya mengatur hak, wewenang dan kewajiban orang yang memerintah dan diperintah. Ketentuan tersebut berlaku hingga Tomanurung dan Karaeng Bayo menghilang, ketika anak tunggal mereka Tumassalangga Baraya lahir. Anak tunggal inlah yang selanjutnya mewarisi kerajaan Gowa.

Kerajaan Gowa mencapai puncak keemasannya pada abad XVI yang lebih populer dengan sebutan kerajaan kembar “Gowa-Tallo” atau disebut pula zusterstaten (kerajaan bersaudara). Kerajaan Dwi-Tunggal ini terbentuk pada masa pemerintahan Raja Gowa IX, Karaeng Tumaparissi Klonna (1510-1545), dan ini sangat sulit dipisahkan karena kedua kerajaan telah menyatakan ikrar bersama, yang terkenal dalam pribahasa “Rua Karaeng Na Se’re Ata” (“Dua Raja tetapai satu rakyat”). Oleh karena itu, kesatuan dua kerajaan itu disebut Kerajaan Makassar.

Masa kejayaan Kerajaan Gowa tidak terlepas dari peran yang dimainkan oleh Karaeng Patingalloang, Mangkubumi Kerajaan yang berkuasa 1639-1654. Nama lengkapnya adalah I Mangadicinna Daeng Sitaba Sultan Mahmud, putra Raja Tallo VII, Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Matowaya. Sewaktu Raja Tallo I Mappaijo Daeng Manyuru diangkat menjadi raja Tallo, usianya baru satu tahun. Karaeng Pattingalloang diangkat untuk menjalankan kekuasaannya sampai I Mappoijo cukup usia. Oleh karena itu dalam beberapa catatan disebutkan bahwa Karaeng Pattingalloang adalah Raja Tallo IX.

Karaeng Pattingalloang diangkat menjadi sebagai Mengkubumi Kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1639-1654, mendampingi Sultan Malikussaid, yang memerintah pada tahun 1639-1653. Karaeng Pattingalloang, dilantik menjadi Tumabbicara Butta Kerajaan pada hari Sabtu, tanggal 18 Juni 1639. Jabatan itu didapatkannya setelah ia menggantikan ayahnya Karaeng Matowaya. Pada saat ini menjabat Mangkubumi, Karajaan Makassar telah menjadi sebuah kerajaan terkenal dan banyak mengundang perhatian negeri-negeri lainnya.

Karaeng Pattingalloang adalah putra Gowa yang kepandaiannya atau kecakapannya melebihi orang-orang Bugis Makassar pada umumnya. Dalam usia 18 tahun ia telah menguasai banyak bahasa, di antaranya bahasa Latin, Yunani, Itali, Perancis, Belanda, Arab, dan beberapa bahasa lainnya. Selain itu juga memperdalam ilmu falak. Pemerintah Belanda melalui wakil-wakilnya di Batavia di tahun 1652 menghadiahkan sebuah bola dunia (globe) yang khusus dibuat di negeri Belanda, yang diperkirakan harganya f 12.000. Beliau meninggal pada tanggal 17 September 1654 di Kampung Bontobiraeng. Sebelum meninggalnya ia telah mempersiapkan 500 buah kapal yang masing-masing dapat memuat 50 awak untuk menyerang Ambon.

Karaeng Pattingolloang adalah juga seorang pengusaha internasional, beliau bersama dengan Sultan Malikussaid berkongsi dengan pengusaha besar Pedero La Matta, Konsultan dagang Spanyol di Bandar Somba Opu, serta dengan seorang pelaut ulung Portugis yang bernama Fransisco Viera dengan Figheiro, untuk berdagang di dalam negeri. Karaeng Pattingalloang berhasil mengembangkan/meningkatkan perekonomian dan perdagangan Kerajaan Gowa. Di kota Raya Somba Opu, banyak diperdagangkan kain sutra, keramik Cina, kain katun India, kayu Cendana Timor, rempah-rempah Maluku, dan Intan Berlian Borneo.

Pada pedagang-pedagang Eropa yang datang ke Makassar biasanya membawa buah tangan yang diberikan kepada para pembesar dan bangsawan-bangsawan di Kerajaan Gowa. Buah tangan itu kerap kali juga disesuaikan dengan pesan yang dititipkan ketika mereka kembali ke tempat asalnya. Karaeng Pattingalloang ketika diminta buah tangan apa yang diinginkannya, jawabnya adalah buku. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Karaeng Pattingalloang memiliki banyak koleksi buku dari berbagai bahasa.

Karaeng Pattingalloang adalah sosok cendikiawan yang dimiliki oleh Kerajaan Makassar ketika itu. Karena itu pedulinya terhadap ilmu pengetahuan, sehingga seorang penyair berkebangsaan Belanda yang bersama Joost van den Vondel, sangat memuji kecendikiawannya dan membahasakannya dalam sebuah syair sebagai berikut:“Wiens aldoor snuffelende breinEen gansche werelt valt te klein”. Yang artinya sebagai berikut:“Orang yang pikirannya selalu dan terus menerus mencari sehingga seluruh dunia rasanya terlalu sempit baginya”.

Karaeng Patingalloang tampil sebagai seorang cendekiawan dan negarawan di masa lalu. Sebelum beliau meninggal dunia, beliau pernah berpesan untuk generasi yang ditinggalkan antara lain sebagai berikut:

Ada lima penyebab runtuhnya suatu kerajaan besar, yaitu:

1. Punna taenamo naero nipakainga’ Karaeng Mangguka,
2. Punna taenamo tumanggngaseng ri lalang Pa’rasangnga,
3. Punna taenamo gau lompo ri lalang Pa’rasanganga,
4. Punna angngallengasemmi soso’ Pabbicaraya, dan
5. Punna taenamo nakamaseyangi atanna Mangguka.

Yang artinya sebagai berikut :

1. Apabila raja yang memerintah tidak mau lagi dinasehati atau diperingati,
2. Apabila tidak ada lagi kaum cerdik cendikia di dalam negeri,
3. Apabila sudah terlampau banyak kasus-kasus di dalam negeri,
4. Apabila sudah banyak hakim dan pejabat kerajaan suka makan sogok, dan
5. Apabila raja yang memerintah tidak lagi menyayangi rakyatnya.

Beliau wafat ketika ikut dalam barisan Sultan Hasanuddin melawan Belanda. Setelah wafatnya, ia kemudian mendapat sebutan “Tumenanga ri Bonto Biraeng”.

Dari sudut pandang terminologi, belum ada kesempatan (konsensus) arti kata Gowa yang menjelaskan secara utuh asal-usul kata serapan Gowa. Arti yang ada hanyalah asumsi dan perkiraan antara lain: pertama, kata Gowa berasal dari “goari”, yang berarti kamar atau bilik/perhimpun; kedua, berasal dari kata “gua”, yang berarti liang yang berkait dengan tempat kemunculan awal Tomanurung ri Gowa (Raja Gowa I) di gua/perbukitan Taka Bassia, Tamalate (dalam bahasa Makassar artinya tidak layu) yang kemudian secara politik kata Gowa dipakai untuk mengintegrasikan kesembilan kasuwiang (Bate Salapang) yang bersifat federasi di bawah paccallaya, yang kemudian menjadi kekuasaan tunggal Tomanurung, sehingga leburlah Bate Salapang menjadi Kerajaan “Gowa” yang diperkirakan berdiri pada abad XIII (1320).

Sampai masa kekuasaan Raja Gowa VIII I Pakere’ Tau Tunnijallo ri Passukki, pemerintahan kerajaan dipusatkan di Taka Bassia (Tamalate) sebagai istana Raja Gowa I. Kemudian istana raja ini dipindahkan ke Somba Opu oleh Raja Gowa IX Daeng Mantare Karaeng Mengunungi yang bergelar Tumapa’risi Kallonna karena dianggap lebih menguntungkan dan strategis sebagai kerajaan yang maju di bidang ekonomi dan politik. Pada masa inilah Kerajaan Gowa mulai memperluas kekuasaannya dan menaklukkan berbagai daerah sekitarnya termasuk menjalin hubungan kerjasama dan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan lain. Hal ini berlangsung sampai Raja Gowa XII, I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bonto Langkasa (1565-1590). Ambisi itulah yang menjadikan Kerajaan Gowa-Tallo menjadi kerajaan besar. Bandar yang dimilikinya menjadi bandar persinggahan niaga dunia yang sangat maju karena telah memiliki berbagai fasilitas sebagaimana layaknya negara-negara besar lain di abad XVI dan XVII. Pada waktu itu pemerintah menjalankan sistem politik terbuka berdasarkan teori Mare Leberum (laut bebas) yang memberi jamina usaha para pedagang asing. Akan tetapi, ambisi itu pula yang menciptakan persaingan yang bersifat terselubung (laten) ketika ingin memegang hegomoni dan zuserenitas di Sulewasi, terutama persaingannya dengan Kerajaan Bone. Ketika persaingan itu memuncak, Belanda memanfaatkan situasi tersebut dengan melancarkan politik devide et impera (pecah belah dan kuasai) serta menerapkan sistem monopoli yang sangat bertentangan dengan prinsip mare liberum hingga meletusnya perang Makassar (1666-1669).

Di sisi lain, agama Islam salah satu alasan perlawanan Bone ketika Gowa berusaha mengintroduksi agama Islam. Usaha itu diprakarsai oleh Raja Gowa XV I Mangerangi Daeng Manrabbia Karaeng Lakiung bergelar Sultan Alauddin Tumenanga ri Gaukanna (1593-1639) yang menjadi muslim pada tanggal 9 Jumadil 1051 H atau 20 September 1605. Beliau berusaha mewujudkan penyatuan Sulawesi tetapi tidak terealisir sampai masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang berakhir dengan Pernjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667 setelah Perang Makassar.

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.

Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.

Sumber :
http://www.awangfaisal.com/kerajaan-makassar

Kota Makassar

Kota Makassar (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya; dari 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujungpandang atau Ujung Pandang) adalah sebuah kotamadya dan sekaligus ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Kotamadya ini adalah kota terbesar di pada 5°8′S 119°25′E / 5.133°S 119.417°E / -5.133; 119.417Koordinat: 5°8′S 119°25′E / 5.133°S 119.417°E / -5.133; 119.417, di pesisir barat daya pulau Sulawesi, menghadap Selat Makassar. Makassar dikenal mempunyai Pantai Losari yang indah.

Makassar berbatasan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan.
Kota ini termasuk kota
kosmopolis, banyak suku bangsa tinggal di sini. Di kota ini ada suku Makassar,Bugis,Toraja dan Mandar.Di kota ini ada pula komunitas Tionghoa yang cukup besar. Makanan khas Makassar adalah Coto Makassar, Roti Maros, Jalangkote, Kue Tori', Palubutung,Pisang Ijo, Sop Saudara, dan Sop Konro. Makassar memiliki wilayah seluas 128,18 km² dan penduduk sebesar kurang lebih 1,25 juta jiwa.
Sejarah
Sejak abad ke-16, Makassar merupakan pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, dan kemudian menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana, dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut.

Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun Islam semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu yang bekerja dalam perdagangan di kepulauan Maluku, dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab.Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu (Sultan Alauddin, Raja Gowa & Sultan Awalul Islam Raja Tallo).

Kepentingan Makassar menurun seiring semakin kuatnya Belanda di wilayah tersebut, dan semakin mampunya mereka menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah seperi keinginan mereka. Pada tahun 1669, Belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda Melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam kembar Gowa-Tallo yang mereka anggap sebagai Batu Penghalang terbesar untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia timur. dan setelah berperang habis-habisan mempertahankan Negaranya melawan beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar)terdesak dan dengan terpaksa menanda tangani perjanjian Bungayya. Sebenarnya jejak kehadiran Makassar sudah dapat dilihat didalam kitab Nagara kartagama yang di tulis oleh Empu Prapanca pada abad ke14.
Makassar Akan Datang
Sejak tahun 2004 kota Makassar sudah mulai melakukan pembangunan sarana-sarana publik yang baru dan berkualitas. Hal ini dilakukan berdasarkan pada slogan kota Makassar yaitu Great Expectation City. Sejak saat itu dimulailah pembangunan mulai dari Menara Balaikota sekarang sudah difungsikan, Graha Pena Fajar yang juga merupakan gedung tertinggi di Makassar, Pelataran Losari, Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Pelebaran Jalan tol yang menghubungkan kota Makassar ke Bandara dan juga GOR Sudiang.

Namun masih ada beberapa bagungan yang sementara dikerjakan dan yang akan dikerjakan seperti Kalla Tower, Menara Bosowa, Perubahan Lapangan Karebosi, Pembangunan Trans Kalla yang merupakan Family Entertainment Center pertama di Indonesia, Center Point of Makassar (Equilibrium) yang akan memberikan ikon baru bagi Kota Makassar selain Pantai Losari. Penambahan 2 pelataran di Pantai Losari.
Penduduk dan Pemerintahan
Penduduk Makassar kebanyakan dari Suku Makassar, sisanya berasal dari suku Bugis, Toraja, Mandar, Chinese, Jawa dan sebagainya.
Kota Makassar dibagi kepada 14 kecamatan dan 143 kelurahan.
Sumber :

Sejarah Kota Makassar


Awal Kota dan bandar makassar berada di muara sungai Tallo dengan pelabuhan niaga kecil di wilayah itu pada penghujung abad XV. Sumber-sumber Portugis memberitakan, bahwa bandar Tallo itu awalnya berada dibawah Kerajaan Siang di sekitar Pangkajene, akan tetapi pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari kerajaan Siang, yang bahkan menyerang dan menaklukan kerajaan-kerajaan sekitarnya. Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu sungai Tallo, mengakibatkan pendangkalan sungai Tallo, sehingga bandarnya dipindahkan ke muara sungai Jeneberang, disinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan benteng Somba Opu, yang untuk selanjutnya seratus tahun kemudian menjadi wilayah inti Kota Makassar.


Pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI ini didirikan pula Benteng Rotterdam di bagian utara, Pemerintahan Kerajaan masih dibawah kekuasaan Kerajaan Gowa, pada masa itu terjadi peningkatan aktifitas pada sektor perdagangan lokal, regional dan Internasional, sektor politik serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan. Masa ini merupakan puncak kejayaan Kerajaan Gowa, namun selanjutnya dengan adanya perjanjian Bungaya menghantarkan Kerajaan Gowa pada awal keruntuhan. Komoditi ekspor utama Makassar adalah beras, yang dapat ditukar dengan rempah-rempah di Maluku maupun barang-barang manufaktur asal Timur Tengah, India dan Cina di Nusantara Barat. Dari laporan Saudagar Portugal maupun catatan-catatan lontara setempat, diketahui bahwa peranan penting Saudagar Melayu dalam perdagangannya yang berdasarkan pertukaran surplus pertanian dengan barang-barang impor itu. Dengan menaklukkan kerajaan¬kerajaan kecil disekitarnya, yang pada umumnya berbasis agraris pula, maka Makassar meningkatkan produksi komoditi itu dengan berarti, bahkan, dalam menyerang kerajaan-kerajaan kecil tainnya, para ningrat Makassar bukan hanya menguasai kawasan pertanian lawan-tawannya itu, akan tetapi berusaha pula untuk membujuk dan memaksa para saudagar setempat agar berpindah ke Makassar, sehingga kegiatan perdagangan semakin terkonsentrasi di bandar niaga baru itu.

Dalam hanya seabad saja, Makassar menjadi salah satu kota niaga terkemuka dunia yang dihuni lebih 100.000 orang (dan dengan ini termasuk ke-20 kota terbesar dunia Pada zaman itu jumlah penduduk Amsterdam, kota terbesar musuh utamanya, Belanda, baru mencapai sekitar 60.000 orang) yang bersifat kosmopolitan dan multikultural. Perkembangan bandar Makasar yang demikian pesat itu, berkat hubungannya dengan perubahan¬-perubahan pada tatanan perdagangan internasional masa itu. Pusat utama jaringan perdagangan di Malaka, ditaklukkan oleh Portugal pada tahun 1511, demikian di Jawa Utara semakin berkurang mengikuti kekalahan armada lautnya di tangan Portugal dan pengkotak-kotakan dengan kerajaan Mataram. Bahkan ketika Malaka diambil-alih oleh Kompeni Dagang Belanda VOC pada tahun 1641, sekian banyak pedagang Portugis ikut berpindah ke Makassar.

Sampai pada pertengahan pertama abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar dan sekitarnya, kerajaan-kerajaan Wolio di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara serta mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Seram dan pulau-pulau lain di Maluku. Secara internasional, sebagai salah satu bagian penting dalam Dunia Islam, Sultan Makassar menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik yang erat dengan kerajaan¬-kerajaan Banten dan Aceh di Indonesia Barat, Golconda di India dan Kekaisaran Otoman di Timur Tengah. Hubungan Makassar dengan Dunia Islam diawali dengan kehadiran Abdul Ma'mur Khatib Tunggal atau Dato' Ri Bandang yang berasal dari Minangkabau Sumatera Barat yang tiba di Tallo (sekarang Makassar) pada bulan September 1605. Beliau mengislamkan Raja Gowa ke-XIV I¬MANGNGARANGI DAENG MANRABIA dengan gelar SULTAN ALAUDDIN (memerintah 1593-1639), dan dengan Mangkubumi I- MALLINGKAANG DAENG MANYONRI KARAENG KATANGKA yang juga sebagai Raja Tallo. Kedua raja ini, yang mulai memeluk Agama Islam di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 9
Nopember 1607, tepatnya hari Jum’at, diadakanlah sembahyang Jum’at pertama di Mesjid Tallo dan dinyatakan secara resmi penduduk Kerajaan Gowa-Tallo tetah memeluk Agama Islam, pada waktu bersamaan pula, diadakan sembahyang Jum’at di Mesjid Mangallekana di Somba Opu. Tanggal inilah yang selanjutnya diperingati sebagai hari jadi kota Makassar sejak tahun 2000, yang sebelumnya hari jadi kota Makassar jatuh pada tanggal 1 April.

Para ningrat Makassar dan rakyatnya dengan giat ikut dalam jaringan perdagangan internasional, dan interaksi dengan komunitas kota yang kosmopolitan itu me¬nyebabkan sebuah "creative renaissance" yang menjadikan Bandar Makassar salah satu pusat ilmu pengetahuan terdepan pada zamannya. Koleksi buku dan peta, sesuatu yang pada zaman itu masih langkah di Eropa, yang terkumpul di Makassar, konon merupakan salah satu perpustakaan ilmiah terbesar di dunia, dan para sultan tak segan-segan memesan barang-barang paling mutakhir dari seluruh pelosok bumi, termasuk bola dunia dan teropong terbesar pada waktunya, yang dipesan secara khusus
dari Eropa. Ambisi para pemimpin Kerajaan Gowa-Tallo untuk semakin memper-luas wilayah kekuasaan serta persaingan Bandar Makassar dengan Kompeni Dagang Belanda VOC berakhir dengan perang paling dahsyat dan sengit yang pernah dijalankan Kompeni. Pasukan Bugis, Belanda dan sekutunya dari Ternate, Buton dan Maluku memerlukan tiga tahun operasi militer di seluruh kawasan Indonesia Timur. Baru pada tahun 1669, akhirnya dapat merata-tanahkan kota Makassar dan benteng terbesarnya, Somba Opu.

Bagi Sulawesi Selatan, kejatuhan Makassar di tangan federasi itu merupakan sebuah titik balik yang berarti Bandar Niaga Makassar menjadi wilayah kekuasaan VOC, dan beberapa pasal perjanjian perdamaian membatasi dengan ketat kegiatan pelayaran antar-pulau Gowa-Tallo dan sekutunya. Pelabuhan Makassar ditutup bagi pedagang asing, sehingga komunitas saudagar hijrah ke pelabuhan-pelabuhan lain.

Pada beberapa dekade pertama setelah pemusnahan kota dan bandar Makassar, penduduk yang tersisa membangun sebuah pemukiman baru di sebelah utara bekas Benteng Ujung Pandang; benteng pertahanan pinggir utara kota lama itu pada tahun 1673
ditata ulang oleh VOC sebagai pusat pertahanan dan pemerintahan dan diberi nama barunya Fort Rotterdam, dan 'kota baru' yang mulai tumbuh di sekelilingnya itu dinamakan 'Vlaardingen'. Pemukiman itu jauh lebih kecil daripada Kota Raya Makassar yang telah dihancurkan. Pada dekade pertama seusai perang, seluruh kawasan itu dihuni tidak lebih 2.000 jiwa; pada pertengahan abad ke-18 jumlah itu meningkat menjadi sekitar 5.000 orang, setengah di antaranya sebagai budak.

Selama dikuasai VOC, Makassar menjadi sebuah kota yang tertupakan. “Jan Kompeni” maupun para penjajah kolonial pada abad ke-19 itu tak mampu menaklukkan jazirah Sulawesi Selatan yang sampai awal abad ke-20 masih terdiri dari selusinan kerajaan kecil yang independen dari pemerintahan asing, bahkan sering harus mempertahankan diri terhadap serangan militer yang ditancurkan kerajaan-kerajaan itu. Maka, 'Kota Kompeni' itu hanya berfungsi sebagai pos pengamanan di jalur utara perdagangan rempah-rempah tanpa hinterland - bentuknya pun bukan 'bentuk kota', tetapi suatu aglomerasi kampung-kampung di pesisir pantai sekeliling Fort Rotterdam.

Pada awalnya, kegiatan perdagangan utama di beras Bandar Dunia ini adalah pemasaran budak serta menyuplai beras kepada kapal¬kapal VOC yang menukarkannya dengan rempah-rempah di Maluku. Pada tahun 30-an di abad ke-18, pelabuhan Makassar dibuka bagi kapal-kapal dagang Cina. Komoditi yang dicari para saudagar Tionghoa di Sulawesi, pada umumnya berupa hasil laut dan hutan seperti teripang, sisik penyu, kulit kerang, sarang burung dan kayu cendana, sehingga tidak dianggap sebagai langganan dan persaingan bagi monopoli jual-beli rempah-rempah dan kain yang didirikan VOC.

Sebaliknya, barang dagangan Cina, Terutama porselen dan kain sutera, dijual para saudagarnya dengan harga yang lebih murah di Makassar daripada yang bisa didapat oleh pedagang asing di Negeri Cina sendiri. Adanya pasaran baru itu, mendorong kembali aktivitas maritim penduduk kota dan kawasan Makassar. Terutama penduduk pulau-pulau di kawasan Spermonde mulai menspesialisasikan diri sebagai pencari teripang, komoditi utama yang dicari para pedagang Cina, dengan menjelajahi seluruh Kawasan Timur Nusantara untuk men¬carinya; bahkan, sejak pertengahan abad ke-18 para nelayan-pelaut Sulawesi secara rutin berlayar hingga pantai utara Australia, di mana mereka tiga sampai empat bulan lamanya membuka puluhan lokasi pengolahan teripang. Sampai sekarang, hasil laut masih merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk pulau-pulau dalam wilayah Kota Makassar.

Setetah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggantikan kompeni perdagangan VOC yang bangkrut pada akhir abad ke-18, Makassar dihidupkan kembali dengan menjadikannya sebagai pelabuhan bebas pada tahun 1846. Tahun-tahun berikutnya menyaksikan kenaikan volume perdagangan yang pesat, dan kota Makassar berkembang dari sebuah pelabuhan backwater menjadi kembali suatu bandar internasional.

Dengan semakin berputarnya roda perekonornian Makassar, jumlah penduduknya meningkat dari sekitar 15.000 penduduk pada pertengahan abad ke-19 menjadi kurang lebih 30.000 jiwa
pada awal abad berikutnya. Makassar abad ke-19 itu dijuluki "kota kecil terindah di seluruh Hindia-Belanda" (Joseph Conrad, seorang penulis Inggris-Potandia terkenal),dan menjadi salah satu port of call utama bagi baik para pelaut-pedagang Eropa, India dan Arab dalam pemburuan hasil-hasil hutan yang amat laku di pasaran dunia maupun perahu-perahu pribumi yang beroperasi di antara Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Pada awal abad ke-20, Belanda akhirnya menaklukkan daerah¬daerah independen di Sulawesi, Makassar dijadikan sebagai pusat pemerintahan kolonial Indonesia Timur. Tiga-setengah dasawarsa Neerlandica, kedamaian di bawah pemerintahan kolonial itu adalah masa tanpa perang paling lama yang pernah dialami Sulawesi Selatan, dan sebagai akibat ekonominya berkembang dengan pesat. Penduduk Makassar dalam kurun waktu itu meningkat sebanyak tiga kali lipat, dan wilayah kota diperluas ke semua penjuru. Dideklarasikan sebagai Kota Madya pada tahun 1906, Makassar tahun 1920-an adalah kota besar kedua di luar Jawa yang membanggakan dirinya dengan sembilan perwakilan asing, sederetan panjang toko di tengah kota yang menjual barang-barang mutakhir dari seluruh dunia dan kehidupan sosial-budaya yang dinamis dan kosmopolitan.

Perang Dunia Kedua dan pendirian Republik Indo¬nesia sekali lagi mengubah wajah Makassar. Hengkangnya sebagian besar warga asingnya pada tahun 1949 dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada akhir tahun 1950-an menjadi¬kannya kembali sebuah kota provinsi. Bahkan, sifat asli Makassar-pun semakin menghilang dengan kedatangan warga baru dari daerah-daerah pedalaman yang berusaha menyelamatkan diri dari kekacauan akibat berbagai pergolakan pasca¬ revolusi. Antara tahun 1930-an sampai tahun 1961 jumlah penduduk meningkat dari kurang lebih 90.000 jiwa menjadi hampir 400.000 orang, lebih daripada setengahnya pendatang baru dari wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian nama kota menjadi Ujung Pandang berdasarkan julukan ”Jumpandang” yang selama berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman pada tahun 1971. Baru pada tahun 1999 kota ini dinamakan kembali Makassar, tepatnya 13 Oktober berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Kota Makassar dan sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah luas wilayah bertambah kurang lebih 4 mil kearah laut 10.000 Ha, menjadi 27.577Ha.
Sumber :